JAKARTA ― Juru Bicara Tim Pramono Anung-Rano Karno, Aris Setiawan Yodi menyebut calon gubernur Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil menyampaikan data keliru di debat kedua pilkada Jakarta, Minggu (27/10). Di panggung debat, Ridwan Kamil mengatakan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Banten tercatat rendah saat dipimpin Rano Karno.
Menurut Aris, data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) justru menyajikan fakta sebaliknya. Selama memimpin Banten, Rano Karno alias bang Doel, malah lebih banyak mengurangi angka kemiskinan jika dibandingkan saat Ridwan Kamil memimpin di Jawa Barat.
“Saya tidak tahu rujukan data apa yang dipakai kang Emil ketika mencoba menyerang bang Doel saat debat. Dikatakan kang Emil, IPM Banten selama bang Doel menjabat merosot, itu datanya siapa. Karena kalau data BPS RI, angka IPM Provinsi Banten pada 2012 itu 68,92, dan pada 2016, tahun terakhir bang Doel menjabat gubernur, angka IPM justru naik jadi 70,96. Jadi, angka pembangunan manusia di Banten selama bang Doel jadi wakil gubernur dan gubernur di Banten justru naik, bukan turun,” ujar Aris melalui keterangannya, dikutip Selasa (29/10).
Menurut Aris, wujud konkret pembangunan manusia di Banten saat bang Doel menjabat sebagai wakil gubernur dan gubernur, bisa dilihat secara terang benderang. Pada 2016, misalnya, Banten menjadi juara nasional Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ). Bahkan sejauh ini hanya di era Rano Karno, Banten menjadi juara nasional MTQ.
Selain itu, dukungan sarana dan prasarana olahraga juga dilakukan bang Doel di Banten. Berkat dukungan itu, mampu mengantarkan Rifki Juniansyah, atlet angkat besi asal Banten mampu meraih medali emas Olimpiade 2024.
Aris mengatakan, Ridwan Kamil juga salah menyampaikan data terkait Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Banten dan Jawa Barat. Menurut Aris, jika dibandingkan, saat memimpin Banten, bang Doel lebih banyak mengurangi angka pengangguran dibandingkan Ridwan Kamil saat memimpin Jawa Barat.
“Kita buka data resmi BPS lagi saja. Tahun 2012 di Banten, saat pertama kali bang Doel menjabat angka TPT di sana 10,68 persen, di 2016 tahun terakhir bang Doel memimpin, angka TPT di Banten jadi 8,92 persen. Jadi Bang Doel kurangi 1,76 persen angka pengangguran di Banten, bukan 0,8 persen seperti yang disampaikan kang Emil. Sementara itu, kalau kita bandingkan di Jawa Barat, saat kang Emil memimpin, tahun 2019 TPT di Jabar itu 7,78 persen, dan pada 2023, tahun terakhir kang Emil memimpin TPT-nya 7,44 persen, atau hanya turun 0,34 persen, bukan 3 persen seperti yang disampaikan kang Emil. Jadi sekali lagi, data mana sebenarnya yang dikutip kang Emil,” lanjut Aris.
Di samping itu, Aris juga menyoroti angka kemiskinan di Jawa Barat yang justru naik saat Ridwan Kamil memimpin. Sebaliknya, angka kemiskinan di Banten saat Rano Karno memimpin justru turun. Menurut Aris, dari data BPS, angka kemiskinan di Jawa Barat saat kang Emil memimpin pertama kali di 2019 yaitu 6,91 persen dan jumlah itu meningkat menjadi 7,62 persen pada 2023. Itu artinya pada tahun terakhir kang Emil memimpin Jawa Barat angka kemiskinan naik 0,71 persen.
“Kalau angka kemiskinan di Banten kita bisa lihat datanya di BPS. Tahun 2012 saat bang Doel jadi wakil gubernur angka kemiskinan 5,86 persen, sementara di 2016, tahun terakhir bang Doel memimpin angka kemiskinan 5,36 persen atau turun 0,49 persen. Jadi, selama memimpin Banten bang Doel mengentaskan kemiskinan 0,49 persen, sementara kang Emil selama memimpin Jawa Barat menambah 0,71 persen kemiskinan. Ini perbedaannya,” ujarnya.
Aris berharap ke depan para calon gubernur dan calon wakil gubernur di pilkada Jakarta dapat memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Bukan justru mengajari masyarakat untuk menggunakan data salah demi kepentingan politik semata.
Ia menegaskan, pasangan Pramono-Rano Karno berkomitmen mengusung semangat politik riang gembira. Karena itu, pihaknya tidak ingin menyerang pihak lain, apalagi dengan data yang salah.
“Mas Pram dan bang Doel sangat terbuka jika ingin diserang atau dikritik, asalkan dengan data valid dan resmi, bukan data yang dibuat-buat atau data palsu yang sengaja disampaikan agar pihak lain terlihat lebih buruk. Pendidikan politik kita bukan seperti itu,” ujar Aris. (*)